Sidoarjo (Antara Jatim) - Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur Amir Mahmud menegaskan bahwa Kemdikbud mencatat Bahasa Indonesia saat ini sudah diajarkan kepada warga negara pada 45 negara, di antaranya Amerika, Jerman, Italia, Jepang, Korea, Tiongkok, dan Australia.

"Penutur Bahasa Indonesia di luar negeri pun menduduki posisi terbesar keempat di dunia, sedangkan penutur asli Bahasa Indonesia menduduki posisi terbesar kelima di dunia yakni 4,5 juta," katanya di Sidoarjo, Kamis.

Di sela-sela Rapat Koordinasi (Rakor) Pemuda Penggerak Cinta Bahasa Indonesia (PPCBI) Jawa Timur, ia menjelaskan Bahasa Indonesia di Australia sudah diajarkan pada 27 universitas dan di Jepang juga diajarkan pada 26 universitas.

"Bahkan, di Vietnam, Bahasa Indonesia dijadikan bahasa asing kedua oleh Pemerintah Kota Ho Chi Minh, sedangkan di Timor Leste dijadikan bahasa kerja, karena warga Timor Leste umumnya masih suka menjadi bagian dari Indonesia," katanya.

Oleh karena itu, ia mengharapkan pemuda Indonesia selaku pejuang bahasa dalam Sumpah Pemuda untuk melawan peminggiran Bahasa Indonesia di negeri tercinta dengan melakukan pemasyarakatan bahasa sendiri dan mengeliminasi rasa "gandrung" pada bahasa asing.

"Kaum muda harus menyadarkan dan menegurkan bahasa yang tidak benar seperti Surabaya Eye Center agar diubah menjadi Pusat Pengobatan Mata Surabaya, tapi bisa saja kedua bahasa itu digunakan bersama dengan Bahasa Indonesia pada posisi atas," katanya.

Contoh lain yang harus dikritik adalah penulisan "Bromo View Hotel" yang seharusnya cukup ditulis dengan Hotel Panorama Bromo, atau ditulis "Hotel Panorama Bromo - bromo view hotel". "Kaum muda harus memberi contoh dengan bahasa dalam tulisan pada media sosial," katanya.

Pernyataan itu didukung Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jawa Timur M Ali Affandi. "Saya bisa bahasa asing, tapi dalam berbagai forum di luar negeri, seperti Forum PBB, saya berbicara dengan Bahasa Indonesia, apalagi banyak delegasi memakai alat penerjemah bahasa," katanya.

Menurut dia, kaum muda Indonesia memang harus menguasai bahasa asing untuk bergaul dengan kaum muda di dunia, tapi kaum muda Indonesia hendaknya tidak kehilangan jatidiri, karena pemuda dari negara lain juga banyak yang mengutamakan bahasa dari negara sendiri.

"Apalagi, kalau saya bandingkan kualitas kaum muda Indonesia dengan pemuda-pemuda bule itu sebenarnya tidak kalah. Selama ini, kita hanya dikalahkan dengan persuasi atau provokasi bahwa negara X merupakan negara super, hebat, dan luar biasa, padahal sama saja dengan kita, bahkan kita bisa lebih baik dalam hal tertentu," katanya.

Namun, ia mengakui media massa banyak menyodorkan pesimisme dan aib, sehingga bila hal itu dilakukan terus menerus akan membuat bangsa Indonesia bisa kehilangan harapan, termasuk kalangan pemudanya.

"Padahal, optimisme untuk kita itu masih ada dan banyak, seperti sebuah produk mi instan buatan Indonesia yang menguasai pasar di Arab, Amerika, Afrika, bahkan saya mengetahui banyak delegasi PBB yang menyukai mi instan itu," katanya.

Tidak hanya itu, pendiri "Soak Ngalam" Drs H Tjandra Purnama Edhi yang menjadi pembicara dalam rakor itu menyatakan bahasa juga bisa menjadi alat kreasi. "Contohnya boso walikan (bahasa terbalik) sekarang menjadi ikon di Malang, bahkan Bahasa Suroboyo-an juga sudah menyamai kami," katanya.

Namun, katanya, bahasa sebagai alat kreasi hendaknya disikapi sebatas alat kreasi dan tidak dikembangkan menjadi bahasa primordial. "Kita harus tetap pada Bhinneka Tunggal Ika, jadi perbedaan harus menjadi kekayaan, bukan menjadi bumerang," katanya.

Rakor Pemuda Penggerak Cinta Bahasa Indonesia (PPCBI) Jatim itu diikuti 80 pemuda berusia 21-30 tahun dari kalangan universitas, pesantren, karang taruna, remaja masjid, aktivis LSM, dan sebagainya. Mereka mendiskusikan pemasyarakatan Bahasa Indonesia dengan difasilitasi Balai Bahasa Jatim pada 6-8 Mei. (*)